Kuliah, atau…?

Perguruan tinggi adalah tempat yang asyik untuk mengedukasi diri, lingkungan yang mendukung serta teman-teman yang memiliki tujuan yang serupa. Namun, itu bukan satu-satunya tempat untuk mendapatkan pengetahuan.

“Kalau nggak kuliah, gak bakal sukses.” Mimin yakin pernyataan tersebut udah gak asing di telinga Sobat KP, tapi apakah pernyataan tersebut valid?

Pertama, definisi ‘sukses’ itu sangatlah relatif, tergantung pada individu masing-masing. Kedua, kita juga harus memiliki motivasi yang jelas kenapa kita perlu kuliah. Terakhir, tidak semua orang berkesempatan kuliah; sangatlah tidak adil jika orang yang tidak memiliki privilege tersebut langsung dikategorikan orang yang ‘gagal’.

Sumber: https://qph.fs.quoracdn.net/main-qimg-27af0174413ca8e327e7d784edc643f5-lq

Jadi, menggeneralisasikan semua orang yang pernah ‘makan bangku kuliah’ akan lebih unggul di masyarakat merupakan hal yang kurang bijak.Sepertinya cukup basa-basi mimin, berikut kita simak cerita inspiratif dari Kak Pramesti Istiandari atau lebih akrab disapa Kak Isti.

Pramesti Istiandari (Isti)

Isti merupakan kelahiran Bandung yang besar di Bekasi. Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 8 Jakarta, Isti memutuskan kembali ke tanah kelahirannya untuk menyelesaikan studi S1 di ITB jurusan Bioengineering. Isti berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar ke Tsukuba University di Jepang selama 6 bulan. Pengalaman tersebut membuat Isti jatuh cinta terhadap negeri Sakura dan Isti bertekad kelak jika berkesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana, Jepang merupakan destinasi ideal baginya.

Setelah lulus, Isti sempat menjadi asisten dosen, sembari mempersiapkan diri dengan mengambil kelas Bahasa Jepang. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pada saat Isti sedang bertugas, ITB membuka pendaftaran program beasiswa penuh Fast Track Master-Doctor 5 tahun di Osaka University dari The Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology Japan (MEXT) yang bersifat University to University dan pada Oktober 2016, Isti memutuskan untuk mendaftarkan diri.

Fast forward ke Juli 2017, Isti memutuskan untuk menyempurnakan agama dengan menikah. Belum sempat menikmati kebahagiaan tersebut; Agustus 2017, Isti dinyatakan lolos dan berhak menerima program Master-Doctor di Jepang; tidak hanya itu, Malik, pasangan Isti juga diterima di Universitas yang sama. Seperti mimpi ya…? 🙂

Tetapi, Isti seperti dibangunkan dari mimpi indahnya. Isti ditentang untuk pergi ke Jepang karena dianggap tidak bisa menjalankan kuliahnya secara optimal dengan alasan sudah berkeluarga. Ada pihak yang menganggap fokus Isti akan terbagi untuk keluarga, terutama jika Isti berencana untuk memiliki calon buah hati, studi Isti bisa tertinggal. 

“Aku menikah bukan semata-mata untuk memiliki anak, justru karena untuk menjaga diri dan menghindari fitnah. Saat itu aku dan ‘calon’ suamiku berencana sekolah di luar negeri di tempat yang sama. Orang tuaku lebih tenang jika kami sudah menikah. Jadi tujuanku menikah adalah untuk saling bahu-membahu menyelesaikan mimpi kami bersama. Kami berdua butuh gelar S3 karena kami pengen jadi dosen.”

“Kalaupun saat itu keputusannya aku ngga S3 dulu dan harus punya anak dulu, aku terima dan akan aku jalani. Aku bakal melanjutkan S3 saat memang waktunya tepat. Banyak kok perempuan-perempuan hebat yang sudah memiliki anak dan berhasil menyelesaikan pendidikan Pascasarjana, jadi gak ada alasan untuk mengubur mimpiku. ”

Keren banget ya Sobat KP, mimin jadi keinget kata-kata bang Pandji Pragiwaksono, “Sedalam-dalamnya kau kubur mimpimu, dia hanya akan pingsan dan takkan mati. Kelak di saat kita tua, ia akan bangun kembali dalam bentuk penyesalan. Chase your dream, seize your moment.” Tidak ada yang menjamin kita akan menggapai mimpi tersebut, asal kita berusaha, niscaya kelak tidak akan ada penyesalan.

Namun bagaimanapun, badai pasti berlalu. Perjuangan tidak akan menghianati hasil. Sekarang Isti telah menyelesaikan S3 dan tengah mengandung buah hati pertama (update terbaru, kak Isti sudah melahirkan). Kita doakan semuanya sehat selalu ya Sobat KP…..

Apa Perlu Melanjutkan Kuliah Pascasarjana?

Pascasarjana memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bahkan uang yang tidak sedikit. Apakah semua itu setimpal?

“Jika alasan melanjutkan Pasca-sarjana untuk mencari pengalaman, sebenarnya tergantung sih, pengalaman apa dulu yang kamu butuhin. Kalau memang ingin berkarir di bidang riset dan akademik yang membutuhkan gelar spesifik tersebut dan tidak harus punya pengalaman kerja, menginvestasikan 5 tahun lagi untuk mendapatkan gelar menurutku worth it.”

Sumber: https://rencanamu.id/assets/file_uploaded/blog/1549812872-graduation.png

Mimin pengen ngelurusin satu stigma lagi nih, “S2/S3 itu tempatnya orang-orang yang takut untuk turun ke dunia kerja.”

“Aku setuju banyak banget yang lanjut S2/S3 hanya ‘cari aman’ karena ngga mau kerja, apalagi yang ke luar negeri cuma pengen keliatan keren. “

“Kita sadar diri juga sama posisi dan pilihan hidup selama ini. Menurutku S3 bukan soal susah atau gampang, lebih ke motivasinya. Kebanyakan yang lanjut S3 merasa sekolah di luar negeri itu keren, dan lebih parahnya mereka mencoba berlindung dibalik status pelajar karena tidak berani terjun ke dunia kerja.”

Hm…., Perlu nggak sih lanjut ke S2?

 “Tidak menjadi masalah jika memang mau mencoba, bisa nyusul aja cari pengalaman kerjanya setelah S2. Mungkin itungannya telat, tapi ya asal siap resiko dan konsekuensinya aja. Gak ada yang telat untuk apapun di dunia ini kok, asal gak nuntut dan banyak maunya aja!”

“Menurutku S2 udah cukup untuk mendalami suatu ilmu. Kalau aku tidak berencana untuk menjadi dosen sih, sepertinya aku gak akan lanjut sampai S3. Saranku, untuk yang belum pasti dengan cita-citanya, gak harus lanjut sampai S3 karena S3 membuat bidangmu makin sempit dan nanti malah sulit keluar dari bidang tersebut, apalagi kalau ternyata kamu gak suka bidangnya. Pertimbangkan dengan baik-baik dulu rencana masa depanmu.”

Kalau S3?

“Inti dari S3 adalah gimana kita menemukan masalah dan mencari solusinya sendiri untuk suatu permasalahan spesifik yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Disini motivasi geraknya benar-benar hanya dari diri kita sendiri. Inisiatif, berpikir kritis, kreatif, pantang menyerah merupakan komponen utama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan S3.”

“Jika Sobat KP memang belum tahu tujuan akhir, bisa cari pengalaman dengan bekerja karena setidaknya dibayar dan bisa bertanggung jawab membiayai diri sendiri; dibandingkan ‘coba-coba ngambil S2/S3’, mana kita harus bayar sendiri atau kita menggunakan jatah beasiswa tapi gak serius belajarnya karena motivasi yang gak jelas, mendingan diberikan ke orang yang bener-bener pengen belajar.”

Pesan dari Isti

Begin with the end in mind.

Pikirkan dulu tujuan akhir, jadi kita bisa membuat langkah-langkah yang komplemen dengan tujuan tersebut, termasuk untuk lanjut pendidikan tinggi, pikirkan baik-baik dulu akhirnya mau kemana. Apakah akan membantu tujuan akhirmu? Atau malah menghambat?

Set your goal and make a reason for your choices.

Jangan sampai motivasi/alasan kita untuk mengejar mimpi tersebut hanya untuk orang lain, bahkan ikut-ikutan temen biar keren, atau malah sekedar pengen coba-coba ‘YOLO’. Memang sih hidup cuman sekali, tapi at the end of the day kita juga yang harus menanggung seluruh konsekuensinya. Hidup adalah sebuah kanvas yang berisi rangkaian konsekuensi dari pilihan yang kita ambil.

Don’t do it for others, do it for yourself.

Motivasi seperti itu gak akan membuat kamu bertahan lama dalam mengejar pendidikan. Kalau masih bingung dengan tujuan akhirmu, coba hal-hal baru seperti join community, ngobrol sama berbagai jenis orang, cari hobi baru, banyakin baca buku, dll.

Jadi, semangat terus buat Sobat KP yang akan atau sedang melanjutkan pendidikan Pascasarjana! Rencanakan tiap tahapan hidupmu dengan matang dan harus selalu siap dengan segala kemungkinan dan resikonya. Semoga ilmu-nya bermanfaat bagi bangsa dan negara!