Sobat, coba bayangin deh. Kamu lagi diskusi atau sekadar nongkrong bareng temen-temen kamu di suatu tempat. Lalu salah satu temen kamu cerita, kalau dirinya pernah menyambangi berbagai negara sekaligus menceritakan tentang pengalamannya, juga tentang bagaimana senangnya dia berwisata ke luar negeri.
“Selama ini, gue udah pernah ke 10 negara!”, misalnya.
Tapi, ketika kamu telaah lebih jauh, kamu sadar kalau ternyata “10 negara” yang dimaksud itu bukan benar-benar ia mengunjungi negara-negara tersebut. Angka itu ia sebutkan hanya karena ia transit selama dua jam di negara itu dalam sebuah penerbangan, misalnya. Sayangnya, kita jadi sampai pada makna yang tidak pasti dari istilah “Country Counter“.
Sebagai informasi, “Country Counter” merupakan sebutan bagi orang yang melakukan tindakan berupa menghitung jumlah kunjungannya ke berbagai negara di dunia, yang telah digunakan oleh banyak orang untuk melegitimasi klaim mereka sebagai pelancong dunia. Namun, seringkali orang melakukan tindakan ini juga dengan menyertakan negara yang hanya sekadar transit saja, sehingga rasa-rasanya kurang pas jika pengalaman semacam ini turut dimasukkan ke dalam list perjalanannya ke berbagai negara di dunia.
Tindakan ini telah banyak digunakan oleh para blogger perjalanan dan warga biasa sejak lama, dan ini merupakan cara mudah untuk melacak seberapa jauh kamu telah bepergian. Dengan menggunakan cara ini, kamu tidak lagi harus menggambarkan kota, wilayah, atau budaya yang telah kamu lalui. Sebagai gantinya, seperti yang dilakukan temanmu di atas, kamu cukup bersuara dengan berapa negara yang kamu pernah kunjungi, yang terlihat sangat mengesankan. Dengan kata lain, penghitungan jumlah kunjungannya ke berbagai negara seperti ini dapat menjadi tindakan yang berguna untuk memberikan gambaran secara luas tentang petualangan kamu atau mereka secara efisien.
Pandangan mengenai tindakan semacam ini pun bermacam-macam. Di berbagai belahan dunia, sebagian orang berpendapat jika tindakan ini tergolong baik, karena hal ini juga dapat meningkatkan prestise dan kepercayaan diri seseorang karena sudah pernah bepergian ke luar negeri. Namun sebagian lainnya membenci tindakan ini dan merasa bahwa tindakan ini dapat membuat pengalaman perjalanan seseorang menjadi terkesan “murah”.
Lantas, bagaimana pendapat dari teman-teman berkebangsaan Indonesia yang pernah mengunjungi beberapa negara di dunia? Yuk, simak ulasannya!
Menurut kamu, apa sih, penyebab seseorang melakukan tindakan “Counting Countries”?
- Syahrani Noviyati, 21 tahun, pernah mengunjungi 5 negara
“Menurutku, penyebab orang melakukan hal itu adalah karena mereka pengen tau nih, seberapa banyak sih negara yang dikunjunginya. Untuk permasalahan orang yang singgah di airport itu terhitung sebagai kunjungan, menurutku ada aja orang yang sekadar ingin tahu. Contohnya ketika aku pergi ke Jepang, aku pilih yang transit dulu di negara Filipina dan aku anggap itu juga sebagai kunjunganku ke Filipina walaupun hanya sekadar transit beberapa jam di sana. Kenapa? Karena menurutku, dengan aku transit di sebuah negara sebelum ke negara tujuan, setidaknya aku udah ngerasain menginjakkan kaki di Filipina. Walaupun emang ga jalan-jalan di negara tersebut dan cuma sebagai selingan aja, tapi aku ngerasa kaya, “oh, disitu tuh kaya gini ya”, dan itu juga udah aku hitung sebagai kunjungan. Karena mungkin untuk sebagian orang, transit menjadi sebuah kunjungan dan emang ga mau eksplor juga, cuma mau nambah list negara yang pernah mereka kunjungi aja. Kasarnya, mungkin bisa buat gengsi kalo ditanya, “eh, gue pernah loh ke negara ini, walaupun ga jalan-jalan sih”, tapi intinya, orang itu udah pernah ke negara tersebut.”
- Dennis Feriano, 22 tahun, pernah mengunjungi 7 negara
“Yang melakukan counting countries biasanya adalah seorang frequent traveller. Mereka melakukan ini karena tentunya mereka sering bepergian, sehingga mereka mendata sendiri negara mana saja yang sudah dikunjungi. Contohnya, pada bio akun Instagram pribadi saya, tertulis bahwa saya sudah mengunjungi 8 negara, termasuk negara kelahiran saya. Alasan mereka melakukan counting countries semacam ini tentu beragam. Namun biasanya, alasan utama mereka adalah untuk prestise dalam media sosial mereka.”
- Putri Melati, 21 tahun, pernah mengunjungi 4 negara
“Mungkin untuk membuat rencana mengenai negara mana yang selanjutnya akan dikunjungi”
- Daniel Mawindra Sitohang, 23 tahun, pernah mengunjungi 5 negara
“Mungkin mereka ingin terlihat sebagai orang keren, kayak “gua udah pernah nih kesini (walaupun cuma di airport atau keluar bentar karena transit kan biasanya bisa 10 jam-an). Tujuan utamanya mungkin buat dapet pengakuan dari orang lain.”
Kamu setuju nggak kalau “Country Counter” ini dikaitkan dengan FOMO (Fear of Missing Out) atau rasa takut tertinggal?
- Syahrani Noviyati, 21 tahun, pernah mengunjungi 5 negara
“Kalau aku setuju, karena tindakan ini tuh bisa dibilang sebagai sebuah momen yang berkesan, jadi ga mau kelewatan, gitu. Kaya contohnya transit, walaupun emang ga jalan-jalan keluar dan cuma di airport, aku pribadi aku foto terus aku share ke media sosial, kaya sebagai bukti bahwa aku pernah loh ke negara ini (walaupun cuma di airport), dengan mengabadikan foto tersebut udah termasuk list negara yg pernah aku kunjungi. Jadi ibarat kata kalau bisa singgah sebentar sebelum ke negara tujuan, kenapa nggak? gitu. Toh, jadinya list negara yang pernah dikunjungi jadi banyak, walaupun emang ga eksplor negara tersebut, seenggaknya pernah nginjekin kaki disitu dan hal atau momen tersebut sayang aja buat dilewatin.”
- Dennis Feriano, 22 tahun, pernah mengunjungi 7 negara
“Tentu saja, karena mereka baik frequent traveller maupun orang biasa pun hidup di era dimana media sosial sedang berkembang pesat. Setiap tahunnya ada saja trend baru yang muncul, tak terkecuali bagi kalangan traveller. Semenjak kehadiran media sosial terutama Instagram, Instagram menjadi media yang paling ampuh untuk memperkenalkan diri kita kepada masyarakat luas, termasuk berbagai pengalaman para traveller dalam melakukan pelancongan mereka. Untuk mengingat sekaligus “memamerkan” pengalaman mereka, mereka melakukan country counting dan menaruhkan hasilnya pada biodata sosial media mereka.
Dalam dunia pariwisata, yang dimaksud transit adalah “singgah kurang dari 24 jam”. Menurut saya pribadi (pendapat orang lain tentu dapat berbeda), jika hanya melakukan transit sebentar dan stay di airport saja itu tidak dapat dikatakan sebagai country counting. Berbeda kasusnya jika kita transit lalu keluar dari airport dan melakukan explore kota walaupun tidak lebih dari 24 jam, itu dapat dihitung sebagai country counting karena kita mendapatkan pengalaman memasuki dan mengunjungi negara tersebut.”
- Putri Melati, 21 tahun, pernah mengunjungi 4 negara
“Kalau saya pribadi tidak ya, karena sejauh ini saya tidak punya alasan yang kuat kenapa saya harus merasa tertinggal dengan orang-orang yang mungkin sudah berwisata ke lebih banyak tempat daripada saya. Sejujurnya, prioritas saya bukan untuk mendatangi destinasi wisata mancanegara. Bahkan, saya pribadi tidak pernah membuat daftar mengenai negara apa saja yang sudah pernah saya kunjungi, meskipun pada kenyataannya saya sudah pernah mengunjungi beberapa negara di dunia selama hidup saya.”
- Daniel Mawindra Sitohang, 23 tahun, pernah mengunjungi 5 negara
“Sesuai dengan jawaban pertama, umumnya kan orang FOMO tu butuh pengakuan dari orang banyak tentang eksistensi dirinya. Mereka melihat hal-hal secara materil maupun immateril yang dapat mereka tunjukkan ke orang banyak dengan tujuan mendapatkan “predikat” tertentu.”
Terlepas dari banyak persepsi mengenai hal ini, penghitungan jumlah kunjungan ke berbagai negara yang dilakukan seperti ini bukanlah sesuatu yang harus kita hindari sepenuhnya. Seperti definisi aslinya, tindakan ini akan membantu kita dan orang lain menentukan kredensial perjalanan kita dengan cara yang efisien.
Kunci untuk melakukan tindakan semacam ini tentunya adalah dari kesadaran diri kita sendiri. Jika kita telah melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 23 kali misalnya, tetapi 6 di antaranya adalah singgah atau drive-through singkat, pastikan untuk memasukkannya saat membagikannya. Namun jika kita memasukkan negara yang hanya sekadar transit dalam daftar kunjungan kita, pastikan bahwa kamu bisa mengemukakan argumenmu, mengapa pengalaman itu harus dimasukkan dalam list perjalanan dunia kita. Namun, kita juga harus sadar jika mengatakan bahwa kita pernah “mengunjungi” negara yang hanya sekadar transit itu menjadi agak hiperbolis.
Akhir kata, tetaplah bijak dalam melakukan tindakan ini ya, jika kamu punya niatan untuk menambahkan list perjalanan kamu dan membagikan pengalaman tersebut ke orang-orang di sekitarmu!
Dan jangan lupa juga buat pesan kamar via Kamar Pelajar buat nemenin liburan kamu di luar negeri ya!